Jumat, 30 September 2016

KONSEP PENGKODEAN REKAM MEDIS ( KODING )

KONSEP PENGODEAN

a. Pengertian Pemberian Kode
Menurut Dirjen Yanmed (2006:59) pemberian kode adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf atau angka atau kombinasi huruf dalam angka yang mewakili komponden data. Kegiatan dan tindakan serta diagnosis yang ada di dalam rekam medis harus diberi kode dan selanjutnya di indeks agar memudahkan pelayanan pada penyajian informasi untuk menunjang fungsi perencanaan, manajemen dan riset bidang kesehatan.
Menururt Dirjen Yanmed (2006:59) kode klasifikasi oleh WHO (World Health Organization) bertujuan untuk menyeragamkan nama dan golongan penyakit, cedera, gejala, dan faktor yang mempengaruhi kesehatan. Kecepatan dan ketepatan pemberian kode dari suatu diagnosis sangat tergantung kepada pelaksana yang menagani berkas rekam medis tersebut, yaitu :
1) Tenaga medis dalam menetapkan diagnosis
2) Tenaga rekam medis sebagai pemberi kode
3) Tenaga kesehatan lainnya
Penetapan diagnosis seorang pasien merupakan kewajiban, hak dan tanggung jawab dokter (tenaga medis) yang terkait tidak boleh diubah, oleh karena itu diagnosis yang ada dalam rekam medis harus diisi dengan lenkap dan jelas sesuai dengan arahan yang ada buku ICD 10.
Tenaga rekam medis sebagai pemberi kode bertanggung jawab atas keakuratan kode dari suatu diagnosis yang sudah ditetapkan oleh tenaga medis. Untuk hal yang kurang jelas atau yang tidak lengkap, sebelum kode ditetapkan, komunikasikan terlebih dahulu pada dokter yang membuat diagnosis tersebut. Disamping kode penyakit, berbagai tindakan lain juga harus diberi kode sesuai dengan klasifikasi masing-masing dengan menggunakan :
1) ICD 10
2) ICD 9CM
post 5
b. Standar dan Etik Pengkodean
Menurut Hatta (2013:155), Standar dan etik pengodean (coding) yang dikembangkan AHIMA (The American Health Information Management Association), meliputi beberapa standar yang harus dipenuhi oleh seorang pengode (coder) profesional antara lain :
1) Akurat, komplet, dan konsisten untuk menghasilkan data yang berkualitas
2) Pengode harus mengikuti sistem klasifikasi yang sedang berlaku dengan memilih pengodean diagnosis dan tindakan yang tepat
3) Pengodean harus ditandai dengan laporan kode yang jelas dan konsisten pada dokumentasi dokter dalam rekam medis pasien
4) Pengode profesional harus berkonsultasi dengan dokter untuk klarifikasi dan kelengkapan pengisian data diagnosis dan tindakan
5) Pengode profesional tidak mengganti kode pada bill pembayaran
6) Pengode profesional harus sebagai anggota dari tim kesehatan, harus membantu dan menyosialisasikan kepada dokter dan tenaga kesehatan lain
7) Pengode profesioanal harus mengembangkan kebijakan pengodean di institusinya
8) Pengode profesional harus secara rutin meningkatkan kemampuannya di bidang pengodean
9) Pengode profesional senantiasa berusaha untuk memberi kode yang paling sesuai untuk pembayaran
c. Elemen Kualitas Pengodean
Menurut Hatta (2013:155), elemen kualitas pengodean adalah sebagai berikut :
1) Konsisten bila dikode petugas berbeda kode tetap sama (reliability)
2) Kode tepat sesuai diagnosis dan tindakan (validity)
3) Mencakup semua diagnosis dan tindakan yang ada di rekam medis (completeness)
4) Tepat waktu (timeliness)
Dengan diberlakukannya BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan) Kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014 dan BPJS Ketenagakerjaan, serta berlakunya sistem INA CBGs dalam BPJS yang ada di Rumah Sakit dimana kode diagnostik  menjadi salah satu variabel penghitungan biaya pelayanan di Rumah Sakit. Hal ini tentunya menuntut kinerja petugas kodifikasi atau kodder dalam hal ketepatan/ keakuratan dan kecepatan dalam menentukan kode diagnosa menjadi sangat penting. Karena ketepatan dan keakuratan kode yang telah diberikan akan mempengaruhi besar atau kecilnya klaim penghitungan biaya pelayanan kesehatan yang harus dikeluarkan oleh BPJS kepada Rumah Sakit. Sehingga peran petugas koding sangat berpengaruh terhadap klaim BPJS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar